Rabu, 27 November 2013

PROSEDUR PELAPORAN KECELAKAAN

PROSEDUR PELAPORAN KECELAKAAN
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat berakibat cedera pada manusia, kerusakan barang, gangguan terhadap pekerjaan dan pencemaran lingkungan :
  1. Apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan barang / alat atau aset perusahaan dan kecelakaan yang mengakibatkan cedera yang diderita, karyawan perusahaan, baik ringan maupun berat, laporkan sesuai kejadian kepada pengawas K3 (dalam waktu tidak lebih dari 24 jam, dengan menggunakan formulir laporan kecelakaan kerja)
  2. Dokter rumah sakit yang menangani (bila diperlukan), melaporkan keadaan korban dengan mengisi formulir laporan kecelakaan dan mengirimkan aslinya ke pengawas K3, tembusan ke bagian personalia perusahaan.
  3. Bagian produksi atau bagian lainnya yang berhubungan dengan peralatan yang mengalami kerusakan tersebut, memberikan laporan atau data kalkulasi / perhitungan kerugian dan kerusakan kepada pengawas K3 sebagai data klaim asuransi
  4. Pengawas K3 mengadakan pemeriksaan atas sebab-sebab terjadinya kecelakaan dan mengambil langkah-langkah pencegahannya. Tindakan pemeriksaan, bila perlu memanggil karyawan yang berhubungan dengan kejadian guna mendapatkan keterangan yang seakurat mungkin atas terjadinya kecelakaan. Dan mengambil langkah-langkah pencegahannya. Tindakan pemeriksaan, bila perlu memanggil karyawan yang berhubungan dengan kejadian, guna mendapatkan keterangan yang seakurat mungkin atas terjadinya kecelakaan.
Tata Cara Pelaksanaan
  1. Apabila terjadi kecelakaan disuatu unit kerja, maka karyawan yang mengetahui kejadian tersebut memberikan pertolongan pertama pada korban (P3K) bila diperlukan.
  2. Karyawan lainnya yang mengetahui kejadian segera menghubungi pimpinan untuk memberitahukan perihal terjadinya kecelakaan dan petugas yang pada saat itu ada, untuk mendapatkan pertolongan selanjutnya, membawa korban ke unit gawat darurat rumah sakit, bila diperlukan.
  3. Melaporkan kejadian kecelakaan yang sesuai secara singkat dengan menyebutkan lokasi kejadian serta peristiwa terjadinya dengan jelas
  4. Atasan korban melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada pengawas K3 (dengan menggunakan formulir laporan kecelakaan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam)
  5. Dokter rumah sakit yang menangani korban (bila diperlukan) mengisi formulir laporan kecelakaan dengan menyebutkan keadaan korban dan mengirimkannya ke pengawas K3 Perusahaan.
  6. Petugas K3 dan atasan korban meneliti sebab-sebab kecelakaan dan menentukan langkah-langkah pencegahan agar kecelakaan yang serupa tidak terulang lagi dikemudian hari.
  7. Setelah penderita sembuh dan tidak lagi dirawat di rumah sakit, dokter rumah sakit yang menangani (bila diperlukan) mengirimkan laporan sembuh dengan menjelaskan tentang prosentase cacat dari korban ataupun lainnya kepada pengawas K3 dan bagian personalia untuk penyelesaian korban
  8. Bila korban meninggal dunia, maka dokter rumah sakit yang menangani mengeluarkan surat keterangan kematian dan mengirimkan ke bagian personalian segera menyelesaikan segala urusan administrasi korban tersebut serta memberitahukan kepada pihak keluarga korban.
  9. Bila kecelakaan menimpa seorang karyawan diluar kawasan maupun lingkungan perusahaan, maka karyawan lain atau pihak keluarga yang mengetahui kejadian itu segera memberitahu hal tersebut kepada pihak perusahaan.

PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Nomor : 06.P/0746/M.PE/1991


MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI
REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI
Nomor : 06.P/0746/M.PE/1991


TENTANG
PEMERIKSAAN KESELAMATAN KERJA ATAS INSTALASI, PERALATAN DAN TEKNIK YANG DIPERGUNAKAN DALAM PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI


MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,


Menimbang   : a. bahwa sehubungan dengan semakin berkembangnya kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi dan sumber daya panas bumi dengan memanfaatkan teknologi tinggi, perlu adanya usaha untuk lebih menjamin keselamatan kerja dan lindungan lingkungan dengan melakukan pemeriksaan keselamatan kerja atas instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan dalam rangka melindungi tenaga kerja, pengamanan instalasi dan peralatan serta pengamanan sumber daya minyak dan gas bumi dan panas bumi;

                          b. bahwa untuk dapat melaksanakan pemeriksaan keselamatan kerja tersebut pada huruf a di atas diperlukan tenaga ahli yang cukup memadai, berbagai peralatan dan teknologi yang canggih;

                          c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dianggap perlu untuk menetapkan kembali pengaturan pemeriksaan keselamatan kerja atas instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan dalam pertambangan minyak dan gas bumi serta sumber daya panas bumi dalam suatu Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi;

Mengingat   : 1. Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 (LN Tahun 1960 Nomor 133, TLN Nomor 2070);
 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 (LN Tahun 1971 Nomor 76, TLN Nomor 2971);
3.  MPR 1930 (Sb. 1930 Nomor 341);
4.  Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1979 (LN Tahun 1979 Nomor 18, TLN Nomor 3135);
5.  Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1981 tanggal 1 Juni 1981 jo Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1991 tanggal 1 Oktober 1991;
6.  Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tanggal 6 Maret 1984;
7. Keputusan Presiden Nomor 64/M Tahun 1988 tanggal 21 Maret 1988;
8. Peraturan Menteri Pertambangan Nomor 02/P/M/Pertamb/1975 tanggal 10 Maret 1975;
9. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02P/M/Pertamb/1979 tanggal 30 Juni 1979;
10. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 521/Kpts/M/Pertamb/1979 tanggal 20 Juni 1979;


MEMUTUSKAN:

Dengan mencabut Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01/P/M/Pertamb/1980 tanggal 22 Maret 1980,

Menetapkan  : PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI TENTANG PEMERIKSAAN KESELAMATAN KERJA ATAS INSTALASI, PERALATAN DAN TEKNIK YANG DIPERGUNAKAN DALAM PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI.


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan :

a.    Pemeriksaan Keselamatan Kerja adalah pemeriksaan teknis mengenai kemampuan kerja suatu instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan dalam operasi pertambangan minyak dan gas bumi yang menyangkut segi keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan;

b.    Operasi pertambangan minyak dan gas bumi adalah setiap kegiatan yang dilakukan pada lapangan eksplorasi dan eksploitasi, lokasi operasi pemurnian dan pengolahan, lokasi operasi pengangkutan termasuk pelabuhan khusus minyak dan gas bumi, lokasi penjualan termasuk instalasi/depot dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum, Depot Pengisian Pesawat Udara, lokasi operasi pertambangan minyak dan gas bumi lainnya, lokasi operasi pengusahaan gas kota dan lapangan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi;

c.    Instalasi adalah kumpulan peralatan yang terangkai dalam suatu konstruksi, untuk melaksanakan fungsi tertentu dalam operasi pertambangan minyak dan gas bumi;

d.    Peralatan adalah setiap alat yang dipergunakan dalam operasi pertambangan minyak dan gas bumi, yang karena sifat dan jenisnya memerlukan pemeriksaan untuk menjamin keamanan, keselamatan kerja dan lindungan lingkungan;

e.    Teknik yang dipergunakan adalah tata cara atau prosedur yang akan dipergunakan dalam operasi pertambangan minyak dan gas bumi untuk menjamin keamanan, keselamatan kerja dan lindungan lingkungan;

f.     Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 2

Terhadap instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan dalam operasi pertambangan minyak dan gas bumi wajib dilaksanakan pemeriksaan keselamatan kerja.

Pasal 3

(1)  Pemeriksaan Keselamatan Kerja termaksud dalam pasal 2 dilaksanakan oleh Kepala Inspeksi Tambang dan Pelaksana Inspeksi Tambang.

(2)  Pelaksana Inspeksi Tambang diangkat oleh Direktur Jenderal dari pegawai Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang wajib memenuhi persyaratan keahlian dan penguasaan teoritis pertambangan minyak dan gas bumi yang diperlukan dan telah memiliki pengalaman yang cukup memadai.

Pasal 4

Apabila dianggap perlu Direktur Jenderal dapat menunjuk pihak lain yang memenuhi persyaratan untuk membantu pelaksanaan pemeriksaan keselamatan kerja termaksud dalam pasal 2.

Pasal 5

Pemeriksaan keselamatan kerja termaksud dalam pasal 2 dilaksanakan sebagai berikut:

a.    Pada saat instalasi dan atau peralatan akan dipasang;

b.    Saat unjuk kerja teknik yang akan dipergunakan;

c.    Secara berkala sesuai dengan sifat dan jenis instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan;

d.    Setiap saat apabila dianggap perlu oleh Direktur Jenderal c.q. Direktur Direktorat Teknik Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.



Pasal 6

Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat Kelayakan Penggunaan atas instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan setelah diadakan pemeriksaan keselamatan kerja.

Pasal 7

Perusahaan wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal setiap terdapat kelainan pada instalasi dan atau peralatan yang akan dipergunakan dalam operasi pertambangan minyak dan gas bumi untuk diadakan pemeriksaan ulang atas keselamatan kerja.

Pasal 8

(1)  Jangka waktu Sertifikat Kelayakan Penggunaan termaksud dalam pasal 6 ditentukan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

(2)  Setelah selesainya jangka waktu termaksud pada ayat (1) pasal ini, terhadap instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan wajib dilakukan pemeriksaan keselamatan kerja sebagaimana termaksud dalam pasal 2.

Pasal 9

(1)  Dalam hal pemeriksaan keselamatan kerja atas instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan dilaksanakan dengan bantuan pihak lain sebagaimana termaksud dalam pasal 4, biaya pemeriksaan ditanggung oleh perusahaan pemakai jasa pemeriksaan.

(2)  Direktur Jenderal dapat menetapkan batas maksimum besarnya biaya pemeriksaan termaksud pada ayat (1) pasal ini.

Pasal 10

Direktur Jenderal menetapkan lebih lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 November 1991

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

TTD.

GINANDJAR KARTASASMITA

Kebijakan ANGGOTA ASRENAMIGAS



Kebijakan
ANGGOTA ASRENAMIGAS
Dalam Bidang Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL)

ANGGOTA ASRENAMIGAS akan selalu berupaya  mematuhi peraturan dan standar K3LL dalm setiap melakukan kegiatannya, mulai dari tahap pra-design hingga tahap pasca operasi. ANGGOTA ASRENAMIGAS mengedapankan usaha pencegahan kecelakaan, penyakit ) akibat kerja dan pencemaran lingkungan dengan jalan mengidentifikasi bahaya dan berupaya ) menurunkan resikonya sampai pada tingkat yang dapat  diterima sebelum melakukan suatu kegiatan.

Tangung jawab dan tanggung gugat manajemen lini.
Setiap manajemen lini memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat untuk:
·        Memastikan  Setiap kegiatan dan peralatan   telah dirancang sesuai peraturan dan standard yang berlaku.
·        Menjamin tersedianya prosedur untuk setiap kegiatan, yang mencakup identifikasi bahaya dan usaha-usaha menurunkan resiko sampai pada tingkat  yang   dapat diterima.
·        Menjamin setiap bawahannya telah dibekali pengetahuan yang cukup  tentang bahaya  dan metode pengendalian di tempat kerjanya.
·        Memasukkan unsur kinerja K3LL dalam menilai  hasil pekerjaan  bawahannya.

 Tangung jawab dan tanggung gugat setiap pekerja.
Setiap pekerja baik dari ANGGOTA ASRENAMIGAS  maupun kontraktor memiliki tangung jawab dan tanggung gugat untuk :
·        Mematuhi peraturan, standard dan prosedur yang berlaku dalam melakukan setiap kegiatannnya.
·        Memakai alat pelindung diri yang sesuai  dengan potensi bahaya yang dihadapi
·        Melaporkan setiap kondisi dan tindakan tidak aman (near miss), kecelakaan dan pencemaran lingkungan kepada pengawas area dan melakukan usaha untuk memperbaiki kondisi dan  tindakan  tidak aman tersebut.

Di luar jam kerja
Seluruh karyawan ANGGOTA ASRENAMIGAS dan mintra kerja wajib menjaga keselamatan  pribadi  , keluarga  dan masyarakat umum

Demikian kebijakan ini dibuat untuk dijadikan acuan dalam melakukan setiap kegiatan di lingkungan ANGGOTA ASRENAMIGAS dan di rumah masing-masing.